Jumat, 12 Juli 2013

MACET, Antara Akar dan Solusi Gilanya

Udah lama gak main blog lagi. Setelah sekitar 9 bulan vacuum dari yang namanya blog, akhirnya kini aku bahan lagi yang bisa dimasukkan dalam blog. Mumpung masih suasana Ramadhan, jalanan makin macet. Maka nampaknya ini waktu yang tepat untuk ngobrol tentang kemacetan.

Macet itu merupakan hal yang udah biasa terjadi di negara kita yang tercinta, Indonesia. Terutama di daerah Ibukota negara, sudah bukan rahasia lagi kalo kemacetan disana parahnya minta ampun. Mumpung saat ini aku lagi menjalani PKL di daerah Tugu Tani, tiap hari pulang pergi Jakarta-Bintaro dan menikmati suasana macet bersama pengguna jalan yang lain. Daripada ikutan teriak-teriak di jalan sambil menyebut nama-nama binatang dan menekan klakson berkali-kali, kupikir akan lebih bermanfaat bila aku menikmati kemacetan sembari mengamati keadaan dan berpikir mencari akar permasalahan dan opsi yang MUNGKIN bisa mengatasi kemacetan yang selama ini terjadi. Dan inilah hasil pengamatanku selama mengarungi kemacetan di Ibukota.


Pengamatan 1 : Lampu lalu-lintas
Lampu lalu lintas menjadi sorotan pertamaku, alasannya karena kemacetan lebih sering terjadi di persimpangan jalan, area tugas lampu lalu lintas untuk mengatur kelancaran di persimpangan. Di setiap persimpangan yang kulalui, aku selalu menyempatkan diri untuk mengamati lampu lalu-lintas yang terpasang di setiap sudut. Pengamatan kulakukan untuk melihat apakah ada lampu yang rusak sehingga menyebabkan kekacauan di persimpangan? Ternyata jawabannya “tidak.”

Bila lampu lalu-lintas tetap berjalan normal, sewajarnya lalu lintas di persimpangan itu harusnya lancar dong. Tapi mengapa tetap aja terjadi macet di tengah persimpangan? Itu berarti ada pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna jalan yang berakhir pada macet di tengah.


Pengamatan 2 : Etika di lampu lalu lintas
Mengetahui bahwa lampu lalu-lintas masih berjalan normal namun tetap terjadi kemacetan, maka pengamatan kedua dilakukan pada etika para pengguna jalan. Pengamatan dilakukan di setiap persimpangan (entah yang macet maupun yang agak longgar). Ternyata terbukti memang kerap sekali ditemukan pelanggaran etika di persimpangan jalan.

Gak jarang terlihat kendaraan yang tetap jalan walau lampu telah berubah warna menjadi merah. Dan di jalur lain yang lampunya menyala hijau memaksa jalan saat itu juga, akhirnya terjadilah pertemuan di tengah yang bisa berakhir macet.

Sebenarnya sih, pelanggaran etika tidak akan berakhir macet bila yang melanggar hanya 1 atau 2 kendaraan. Namun bila pelanggaran dilakukan bersama-sama, otomatis mereka akan menutupi jalan milik kendaraan yang berasal dari sisi lain di persimpangan. Dari kenyataan adanya pelanggaran itulah akhirnya aku semakin mempersempit pengamatan menuju masing-masin jenis kendaraan. Dimulai dari motor, mobil pribadi, dan kendaraan umum.


Pengamatan 3 : Motor
Motor merupakan kendaraan yang paling banyak lalu-lalang di jalanan Indonesia. Mulai dari jalan raya, jalan kampung, jalan tikus, hingga trotoar. Yup, TROTOAR. Tempat dimana pejalan kaki seharusnya melintas.

Dengan bentuknya yang kecil dan ramping, membuat motor bisa dengan mudah salip sana-sini. Inilah yang membuat motor menjadi pilihan banyak orang untuk menlewati kemacetan. Melewati ya, bukan mengatasi. Ya, motor memang mampu lebih mudah melewati kemacetan dengan kemampuan salip sana-sininya. Namun kemampuan itulah yang juga menjadi salah satu faktor penambah kemacetan.

Dengan kelincahan dan bodinya yang ramping, motor malah menjadi tidak teratur. Asal ada jalan yang cukup untuk dilalui, pasti mereka lewati. Tak peduli yang mereka lewati adalah trotoar, jalur busway, atau mungkin memotong jalur kendaraan lain yang ukurannya lebih besar darinya, sehingga kendaraan yang dia potong akhirnya harus berhenti, menutupi kendaraan lain di belakangnya, dan timbullah kemacetan. Itulah yang seringkali tidak disadari oleh para pengendara motor.


Pengamatan 4 : Mobil pribadi
Mobil merupakan kendaraan yang paling nyaman untuk dipakai bepergian. Panas-hujan tak masalah, pengendara tetap bisa nyaman di dalamnya. Dimensinya yang cukup luas, sangat cocok dipakai untuk bepergian berkelompok karena mampu menampung sekitar 5-8 orang dalam 1 mobil, tergantung tipe dan dimensi.

Namun ukurannya yang cukup lebar ini ternyata mampu menempatkan mobil menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan. Ukuran mobil yang lebih lebar dari motor otomatis akan memakan tempat lebih banyak di jalan raya. Akibatnya jalanan akan menjadi lebih cepat padat karena diisi oleh kendaraan yang cukup lebar ini. Bila ukuran mobil dimanfaatkan untuk mengangkut penumpang berjumlah 3 orang atau lebih sih, gak masalah. Karena hal itu membuat mobil menjadi efisien. Namun bagaimana bila sebuah mobil hanya mengangkut seorang penumpang yaitu sang supir itu sendiri? Itulah yang membuat mobil menjadi mubazir, makan tempat, dan menimbulkan macet karena jalan telah terisi penuh oleh lebarnya para mobil pribadi.


Pengamatan 5 : Kendaraan umum
Kendaraan umum merupakan kendaraan yang cocok untuk mengatasi macet. Karena walau ukurannya lebar, ada yang panjang, namun efisie karena membawa banyak penumpang sekaligus. Namun ternyata efisiensi dari kendaraan umum (entah itu taksi, metromini, angkot, bajaj, dll) bisa juga berubah menjadi salah satu penyebab kemacetan. Kenapa bisa begitu?

Karena walau kendaraan umum biasanya membawa beberapa penumpang sekaligus dalam sekali jalan, namun berkat para penumpang yang mereka bawa, akhirnya mereka kerap kali berhenti di sembarang tempat untuk menaik-turunkan penumpang yang memaksa kendaraan di belakangnya untuk ikut berhenti karena tertutup olehnya. Tak jarang juga kendaraan umum semacam metromini berhenti dengan posisi diagonal, menutupi badan jalan di ujung persimpangan. Yang berakhir memaksa kendaraan lain di tengah persimpangan harus berhenti selama beberapa detik, menunggu san metromini menaikkan beberapa penumpang disana. Cara mengemudi beberapa supir kendaraan umum yang tak jarang ugal-ugalan juga kerap kali mengundang kemacetan disana.



Kita telah membahas beberapa hal yang bisa menjadi faktor kemacetan yang ternyata semua jenis kendaraan mulai dari motor yang kecil, mobil yang nyaman, serta kendaraan umum yang efisien sama-sama mempunyai andil dalam menjad penyebab kemacetan.
Lalu apa solusinya?

Selama ini pemerintah hanya berusaha mengurangi kemacetan dengan menambah lebar jalan. Mungkin memang bisa sih sekedar mengurangi macet untuk sementara. Namun bila jumlah kendaraan terus bertambah, sama saja. Jalanan yang sudah diperlebar pun akhirnya akan kembali padat seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan di jalanan. Belum lagi dengar-dengar pemerintah kita sebentar lagi akan mengeluarkan mobil nasional yang harganya murah. Itu artinya pertambahan jumlah mobil yang berdampak pada semakin padatnya keadaan di jalan.

Baru-baru ini, gubernur DKI Jakarta, Pak Jokowi berencana ingin mengajak masyarakat untuk beralih ke kendaraan umum daripada kendaraan pribadi. Denga cara menaikkan tarif parkir, ingin melanjutkan kembali pembangunan jalur monorail, dll. Bagus sih, da memang aku setuju karena ini merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi macet. Namun dengan kondisi kendaraan umum yang kumuh, supir yang ugal-ugalan, dan harga yang lebih mahal daripada berkendara dengan motor pribadi, nampaknya tak akan kuat untuk menghipnotis masyarakat untuk serta merta beralih ke kendaraan umum.

Sebenarnya sudah terpikir beberapa solusi gila di otakku untuk mengatasi kemacetan. Entah berhasil atau tidak, namun tidak ada salahnya dicoba. Solusi-solusi gila tersebut antara lain :


Mengganti lampu lalu lintas menjadi portal
Ketika lampu tak lagi ampuh untuk mengingatkan para pengemudi yang tetap nekat melanggar aturan, nampaknya harus diganti atau ditambah dengan adanya portal di tiap persimpangan jalan. Dengan adanya portal, maka tak akan ada kendaraan yang bisa nekat melanggar aturan dan menerobos lampu merah. Karena usaha menerobos akan berakhir pada kecelakaan akibat menabrak portal.

Namun ide gila ini punya kendala yang cukup besar, yaitu biaya. Biaya untuk memasang portal di setiap persimpangan jalan tidaklah sedikit. Belum lagi denga banyaknya persimpangan di jalanan ibukota. Tak terbayang berapa banyak portal yang harus dipasang dan berapa besar anggaran yang harus disiapkan oleh pemerintah? Karena adanya kekurangan dalam solusi gila ini, maka kita akan lanjut ke solusi gila selanjutnya


Aturan batas minimum jarak dan penumpang pada pengendara mobil dan motor pribadi
Motor dan mobil adalah kendaraan yang dapat mengantar kita bepergian dengan mudah, murah, dan nyaman. Namun bila satu orang membawa satu motor atau mobil, bayangkan seberapa padatnya jalanan akibat banyaknya jumlah mereka?

Mobil itu muat banyak dan cocok untuk bepergian jarak jauh. Jadi seharusnya mobil digunakan dengan semestinya yaitu untuk memuat banyak orang sekaligus dalam satu perjalanan, atau untuk bepergian pada jarak tempuh yang jauh.

Di jalanan tak jarang kutemui mobil yang berisi hanya satu orang saja. Bahkan jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah mobil yang mengangkut 2 orang atau lebih dalam sekali jalan. Seharusnya dengan daya tampung yang banyak, mobil hanya dipakai untuk mengangkut minimal 2 atau 3 orang penumpang dalam sekali jalan. Atau mobil hanya digunakan untuk perjalanan yang menempuh jarak minimal 15Km atau mungkin lebih. Agar penggunaan mobil menjadi lebih efisien dan tepat guna. Karena mobil diciptakan untuk kenyamanan berkendara jarak jauh bersama-sama.

Motorpun juga begitu, walau bentuknya ramping dan kecil, namun mereka kerap kali semrawut di jalanan. Penggunaan motor juga tak lagi efisien. Tak jarang motor digunakan hanya untuk membeli sesuatu di warung yang berjarak hanya beberapa puluh meter dari rumah. Seharusnya jarak sependek itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau bersepeda. Jadi motor juga harus memiliki jarak tempuh minimal dalam sekali jalan sekitar 3km sekali jalan. Agar pemakaiannya efisien dan tepat guna.


Peremajaan, penambahan, dan penurunan tarif kendaraan umum
Inilah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menarik masyarakat agar mau beralih ke kendaraan umum. Kendaraan umum merupakan alat transportasi yang cukup efisien karena mengangkut banyak orang sekaligus dalam sekali jalan. Namun ongkosnya yang mahal dan kondisi yang usang kerap kali membuat masyarakat enggan beralih ke kendaraan umum.

Jumlah yang kurang memadai juga menjadi alasan yang cukup sering dilontarkan para pengguna kendaraan pribadi perihal keengganan ereka beralih ke kendaraan umum. Itulah mengapa, penting untuk pemerintah aar segera melakukan peremajaan dan penambahan jumlah kendaraan umum. Ya walaupun sekali lagi kendalanya ada di biaya. Namun masih ada solusi lain selain kendaraan umum, solusi yang sehat dan murah, yaitu


Beralih menggunakan sepeda
Bersepeda merupakan salah satu solusi yang dapat mengurangi jumlah motor dan mogil untuk menanggulangi kemacetan. Biayanya jauh lebih murah dibanding naik motor ataupun angkutan umum. Namun capeknya juga berasa bila jarak yang kita tempuh mencapai di atas 5km.


Mungkin itu saja yang bisa kubagikan dari hasil pengamatanku terhadap kemacetan di Indonesia, khususnya Jakarta. Semoga dengan membaca artikel ini dapat menggugah kalian untuk beralih dari kendaraan pribadi ke alternatif lain untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan dan menghapus kemacetan. Karena sesungguhnya kemacetan bisa dihapuskan bila jumlah kendaraan di jalanan bisa dikurangi. Dan jumlah kendaraan di jalanan bisa berkurang bila kalian, para pengguna kendaraan pribadi mau memulai untuk beralih ke alternatif lain. Karena perubahan dimulai dari diri sendiri, bila bukan kita yang memulainya, siapa lagi?

Minggu, 28 Oktober 2012

Sumpah Pemuda, Membongkar Realisasi Janji-Janji Pemuda Masa Kini

- Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
- Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
- Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Demikianlah isi dari rumusan sumpah pemuda yang dibacakan oleh Soegondo pada tanggal 28 Oktober 1928. Kita para pemuda pastilah tahu isinya dan mungkin sebagian lagi hapal di luar kepala. Wajar saja karena isi dan sejarah tentang sumpah pemuda pernah diceritakan di sekolah-sekolah. Di bangku Sekolah Menengah Pertama kalau tidak salah. Yang jadi pertanyaan adalah, pahamkah kita akan maksud dari rumusan sumpah pemuda? Dan bagaimanakah para pemuda merealisasikannya di jaman sekarang? Mari kita bahas satu-persatu


Kalimat pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
Jelas sekali bahwa di kalimat tersebut tertulis bahwa kita mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia. Tapi apa maksudnya bertumpah darah satu, tanah air Indonesia? Dari kalimat tersebut dapat diartikan bahwa kita adalah warga negara Indonesia, kita bagian dari Indonesia. Kita lahir di Indonesia, tumbuh di Indonesia, dan mungkin kelak kita akan mati di negara ini juga. Kita disini bukan sekedar numpang hidup, numpang tempat tinggal. Namun kita adalah bagian dari negara ini. Kemerdekaan negara ini adalah kemerdekaan kita juga, kebanggaannya adalah kebanggaan kita juga, kemajuannya adalah kemajuan kita juga

Berlaku juga sebaliknya, kemunduran Indonesia adalah kemunduran kita juga, kebangkrutannya adalah kebangkrutan kita juga, kekalahannya adalah kekalahan kita juga. Apapun yang terjadi pada negara ini, semuanya adalah tanggung jawab kita juga. Karena kita adalah bagian dari negara ini.

Tapi apa kenyataannya? Nyatanya kita hanya ikut senang dan bangga atas semua hal baik yang diraih oleh negara kita. Kita ikut merasakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan kita juga. Kemenangan Indonesia dalam olimpiade atau sejenisnya, adalah kemenangan kita juga. Tapi apa yang terjadi bila negara ini mengalami keburukan, kemunduran, serta kekalahan? Kita semua angkat tangan, saling menyalahkan. Menganggap bahwa kemundurannya tidak ada hubungannya dengan kita.

Ketika negara kita ditimpa bencana, mengalami kerugian, mengalami perpecahan. Banyak dari kita yang angkat tangan. Bahkan beberapa orang pandai memilih pindah ke negara lain yang lebih baik, memperbaiki ekonomi pribadinya, ikut membangun negara yang dia singgahi, tapi lupa akan tempat asalnya Indonesia. Mengaku saja, banyak dari kita yang bermimpi ingin pindah ke luar negeri dan tinggal disana.

Apa artinya itu semua? Itu berarti bahwa kita memiliki mental pengecut. Kita ikut bangga ketika negara ini tengah bersuka ria. Tapi lari saat Indonesia ditimpa masalah. Itukah realisasi yang kita harapkan dari kalimat pertama sumpah pemuda?


Beralih dari kalimat pertama, kita memiliki kalimat kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.

Semua sudah tahu maksud dari kalimat kedua ini. Karena kita juga mengenal istilah bhinneka tunggal ika, berbeda-beda tapi tetap satu. Bila ditanya apa artinya, serentak kita pasti akan menjawab, “artinya adalah walau kita semua berbeda suku dan budaya, namun kita tetaplah sama. Kita semua sama-sama warga Indonesia.” Yah kurang lebih itulah kalimat yang akan kita ucapkan. Tapi bagaimana realisasinya?

Nyatanya masih ada yang namanya perang antar suku. Jangankan antar suku, perang antar sekolah pun sering terjadi. Lalu apanya yang satu?

Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia itu yang bagaimana ya? Apakah bangsa-bangsa ketimuran yang tontonannya anime, toukusatsu, dan bergaya macam boyband dan girlband? Atau bangsa kebaratan yang telinganya dijejali lagu-lagu keras, mata ketutupan rambut, dan makan daging yang dijepit dua buah roti? Oh, atau mungkin maksudnya adalah bangsa yang agamis, ibadahnya gak bolong, bangga akan agamanya, dan menyingkirkan agama lain? Yang mana yang merupakan identitas dari bangsa Indonesia?

Ya, itulah faktanya. Di Indonesia tidak hanya ada satu bangsa tapi ada begitu banyak bangsa yang ada di negara kita seperti bangsa ketimuran, bangsa kebaratan, bangsa agamis, bangsa tawuran, bangsa tukang korup, dsb. Dari sekian banyak bangsa tersebut yang mana yang memiliki atribut dan ciri-ciri bangsa Indonesia, yang masih menjunjung tinggi budaya asli Indonesia? Di mana bangsa Indonesia berada sekarang?

Ok, biarkan pertanyaan di atas jadi PR kita, sekarang kita lanjut pada kalimat ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Nah, ini yang paling gampang dipahami. Mulai dari anak kecil sampai nenek-nenek kamehameha juga tahu kalau maksud dari kalimat itu adalah bahwa kita sebagai warga negara seharusnya berkomunikasi memakai bahasa Indonesia di samping bahasa ibu kita, bahasa daerah masing-masing.

Tapi yah namanya juga perkembangan jaman, keadaan makin berkembang, globalisasi, negara kita mau gak mau juga terbawa arus globalisasi. Dan hasilnya adalah tumbuhnya sekolah-sekolah berbasis international yang lebih bangga bila siswa-siswinya lancar berbahasa inggris. Bukan cuma bahasa inggris, sekarang banyak juga orang Indonesia yang mahir berbahasa arab, jepang, bahkan korea. Gak salah sih, karena itu juga merupakan ilmu yang bermanfaat. Tapi yang salah adalah bila orang tersebut lebih bangga berbahasa asing daripada berbahasa Indonesia.

Belum lagi sekarang bahasa Indonesia makin dikembangkan dan divariasikan oleh para remaja hingga lahirlah yang namanya bahasa slank, dan kini lahir satu bahasa lagi yang tengah laris manis di pasaran, yaitu bahasa 4L@y.

Kreatif juga ya para pemuda kita? Sayangnya kenapa kreatifitasnya mengarah ke arah yang negatif ya? Saking kreatifnya kita sampai-sampai kita berhasil menciptakan bahasa baru yang sukses membuat kita lupa bagaimana caranya berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Jadi seharusnya kita tidak bangga ketika hari sumpah pemuda datang. Namun kita harusnya malu, malu karena kita belum bisa menepati sumpah kita sebagai pemuda. Marilah kita sama-sama menjadikan rasa malu ini sebagai bahan renungan untuk kita mengubah diri agar kita mampu menjadi pemuda yang sesuai dengan sumpah kita. Menjadi pemuda yang mampu membangun negara serta memajukannya. Karena kita pemuda-pemudi Indonesia. Selamat Hari Sumpah Pemuda !

Senin, 05 Desember 2011

Kesalahan Berpuasa

Puasa adalah suatu perintah dari Allah SWT untuk menahan hawa nafsu selama 1 hari penuh, dimulai sejak waktu subuh hingga maghrib tiba. Mungkin pembaca bingung, mengapa saya menulis artikel ini, padahal puasa itu perintah dari Allah, mana mungkin salah, mengapa malah disalahkan? Sebelumnya saya ingin memperjelas lagi bahwa artikel ini berisi tentang “kesalahan berpuasa” bukan “kesalahan puasa,” jadi bukan perintah puasanya yang disalahkan, namun cara kita berpuasa. Apa saja kesalahan itu? Mari kita simak bersama-sama.

Kesalahan pertama, salah tafsir. Semua umat muslim tahu bahwa arti puasa adalah untuk menahan hawa nafsu selama 1 hari penuh. Namun pada prakteknya, banyak umat muslim yang berpuasa hanya menahan “nafsu makan,” itupun tidak benar-benar ditahan karena ketika waktu berbuka tiba, kita tiba-tiba berubah menjadi “rakus.” Apapun dan sebanyak apapun makanan dan minuman di meja maka, semuanya dilahap habis. Disamping itu, nafsu yang lain kadang lupa untuk dijaga, misal nafsu untuk mengumpat, berpikiran kotor, gosip, dan lain sebagainya.

Kesalahan kedua, riya’. Nabi mengajarkan kita untuk tidak pernah pamer dalam menjalani ibadah, namun tanpa kita sadari, tidak jarang kita melakukan memamerkan ibadah yang kita lakukan. Misalkan ketika berpuasa, sorenya kita menulis di status fb, di twitter, atau di jejaring sosial lain perihal puasa kita hari ini, menulis tentang kegiatan makan sahur kita. Atau kita menuliskan tentang menu berbuka puasa kita hari ini. Menurut kita sih, yang kita lakukan gak salah karena kita hanya menuliskan apa yang ada di benak kita. Kita gak berniat untuk pamer, namun secara tidak langsung melalui status yang kita tulis, kita memberitahukan pada khalayak umum bahwa “saya puasa lho hari ini.” Bila sudah begini, apakah kita masih bisa berharap ibadah kita diterima oleh-Nya?

Kesalahan ketiga, memaksa orang lain menghormati kita. Ketika bulan Ramadhan tiba, banyak warung atau rumah makan yang diminta untuk tutup di siang hari. Umat lain yang ingin makan, dipaksa untuk sembunyi-sembunyi. Sebenarnya untuk apa kita memaksa mereka menghormati kita? Sampai-sampai ada sekelompok oknum yang melakukan perbuatan anarki dengan menghancurkan warung yang buka di siang hari atau menghajar orang yang makan di siang hari. Bukankah perbuatan anarki hanya akan membatalkan puasa kita? Padahal negara kita bukan negara muslim, walaupun mayoritas muslim namun tak semuanya beragama Islam. Bahkan tak jarang yang mengaku Islam, ternyata tak lebih dari sekedar tulisan di tanda pengenal. Lagipula untuk apa kita memaksa mereka menghormati kita? Bukankah ada kata-kata bijak “hormatilah orang lain bila kita ingin dihormati,” jadi tak perlulah pemerintah memaksa warung-warung untuk tutup di bulan Ramadhan. Kasihan pedagang yang mencari makan dari berjualan di warung, atau menjadi pedagang kaki lima. Apa mereka harus kehilangan penghasilan selama 1 bulan?

Suatu hari, saya pernah menawarkan makanan pada teman yang non muslim. Dia menolak makana yang saya tawarkan. Ternyata dia dan umat sesamanya tengah berpuasa hari itu. Tak ada seorangpun yang tahu, karena mereka tidak pernah mengumbar hal itu. Merekapun tak pernah melarang orang lain untuk makan di hadapan mereka. Lalu mengapa kita tidak bisa seperti mereka? Mengapa kita harus mengumbar ibadah kita? Semoga tulisan ini bisa mengingatkan kita untuk tidak melakukan kesalahan yang sama, dan semoga ibadah kita dapat diterima Allah SWT, amin ya Rabbal alamin.

Rabu, 23 November 2011

Tentang Para Peminta

Makan siang hari ini cukup spesial karena ditemani teman-teman yang rame dan ada suatu kejadian yang kembali membuatku berpikir. Di sela-sela makan siang kami yang dipenuhi candaan dan gelak tawa, tiba-tiba muncul sesosok lelaki kecil dengan baju yang lusuh dan tampang memelas menengadahkan tangan, meminta belas kasihan dari kami. Namun, belum sempat tanganku membuka tas, seorang temanku segera menginterogasi anak itu dan menyerangnya dengan beberapa pertanyaan. Sepertinya temanku yang satu ini takut bila anak berbaju usang yang berdiri di hadapannya ini adalah salah satu anggota dari pengemis berkelompok, suatu modus dimana ketika seorang anggota berhasil menminta bela kasihan di satu tempat, satu per satu teman yang lain akan mendatangi tempat tersebut dan mengemis disana. Dengan adanya modus pengemis yang seperti itu, maka wajarlah bila temanku menginterogasinya dengan berbagai pertanyaan. Dan akhirnya setelah dijejali tumpukan pertanyaan, anak itu pergi dengan membawa sepotong roti dari kami.

Dari sepenggal pengalaman di atas, timbullah suatu pertanyaan di kepala "bagaimana cara menyikapi pengemis di jaman sekarang?" Pengemis adalah sosok manusia yang patut kita beri uluran tangan, yang membutuhkan hati nurani kita untuk tetap bertahan hidup. Namun di jaman sekarang, terutama di negara tercinta kita ini, wabah pengemis menjamur dengan cepat dan tersebar di berbagai tempat. Sayangnya, pengemis yang ada sekarang tidak semuanya benar. Banyak orang yang mampu bekerja, namun teta saja meminta-minta. Bahkan tak jarang pengemis yang membuat bekas luka buatan atau bahkan menyewa balita yang diajak mengemis untuk menambah rasa simpati kita. Namun peristiwa ini bukan membuat rasa simpati kita bertambah, tapi justru membuat kita menjadi tidak percaya pada pengemis. Alhasil pengemis yang benar-benar membutuhkan uluran tangan yang justru terkena imbasnya. Mereka tidak dipercaya dan tidak mendapat belas kasihan dari kita.

Bagaimana sebaiknya kita menganggapi peristiwa ini? Apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus tetap bersedekah pada orang yang salah? Ataukah kita akan membiarkan mereka mati dijalan? Bagaimana sebaiknya......?

Sabtu, 01 Oktober 2011

senioritas bodoh

buka facebook, ada grup tentang komunitas yang saya ikuti waktu SMA. sebuah tempat berbagi ilmu yang katanya tidak ada kata senior & junior disana, tapi nyatanya "omong kosong".di grup tersebut terlihat jelas para senior yang kini telah menjadi alumni SMA terus menerus menjelek-jelekkan para junior mereka. agaknya mereka merasa lebihpintar dan lebih hebat sehingga pantas menginjak-injak para juniornya. suatu pemandangan yang sangat menyesakkan. hal tersebut banyak kita jumpai di kehidupan kita, baik itu di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, bahkan di dunia kerja. senioritas telah menjadi hal yang umum di Indonesia. telah banyak kita dengar (dan mungkin rasakan) tentang tindak sewenang-wenang para senior kepada junior, entah itu berdalih "kedisiplinan", "gojlokan", dan lain sebagainya. sikap senioritasnyapun bervariasi, mulai dari yang memerintah junior ini-itu, membentak-bentak junior, hingga tindak kekerasan fisik. semua itu diakukan dengan dalih "melatih para junior". melatih apa? melatih para junior untuk menjadi senior kejam seperti mereka? asal kita tahu, sikap senioritas yang kejam seperti itu tidak akan memberikan pelajaran apapun bagi para junior. yang ada hanya akan menjatuhkan mental para junior dan mengubah mereka menjadi robot penurut yang tidak memiliki kreatifitas. kekerasan dalam senioritas, baik secara fisik maupun mental, hanya akan membuat junior meniru para senior. dan yang akan menjadi korban adalah junior-junior angkatan selanjutnya. saya tidak habis pikir, mengapa senioritas terjadi hampir di semua komunitas, sekolah, ekstrakurikuler, dan perguruan tinggi? padahal sekolah dan perguruan tinggi yang merupakan sarang dari kegiatan senioritas juga merupakan wadah yang berisi orang-orang terpelajar. orang-orang yang seharusnya berpikir jernih dan rasional, yang diajarkan untuk berpikir menggunakan otak, bukan dengan emosi maupun kesombongan. kita adalah orang-orang terpelajar, orang-orang pandai yang memegang prinsip ilmu padi. marilah kita reda kesombongan kita di depan para junior, kita putuskan rantai senioritas. karena kita sama-sama tahu bahwa senioritas telah banyak memakan korban. senioritas hanya melahirkan sikap senioritas kepada para junior, dan senioritas hanya akan melahirkan kebencian yang akan menghancurkan komunitas atau kelompok atau kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini kita pertahankan keberadaannya.

Senin, 26 September 2011

waktu dan sejarahnya


Lama gak main blog, jadi kangen nulis. Waktu itu ngobrol ama ibu tentang waktu sholat jadi kepikiran tentang penentuan waktu, jam, dan perhitungannya. Karena sekarang kita memakai sistem waktu 24 jam, pergantian hari pun dimulai pada pukul 00.00, padahal waktu sholat isya’ kan dimulai sejak matahari terbenam hingga masuk waktu subuh, berarti bila kita sholat isya’ pukul 2 dini hari, berarti kemarin kita gak sholat isya’ dong karena pukul 2 dini hari udah ganti hari. Bingung kan? Karenanya tadi saya segera mencari sejarah perhitungan waktu.
Semua kebingungan tadi berasal dari perbedaan perhitungan waktu, dalam Islam pada jaman dahulu perhitungan waktu dilihat dari posisi matahari. Inilah yang disebut dengan jam matahari. Menurut masyarakat Islam pada jaman dahulu, pergantian hari dimulai sejak berakhirnya waktu maghrib atau sejak terbenamnya matahari, bukan pada tengah malam seperti perhitungan sekarang. Sedangkan perhitungan waktu 24 jam seperti yang kita pakai sekarang ditemukan di Mesir, entah sejak kapan dan oleh siapa, saya tidak tahu pasti. Yang pasti sejak jaman dahulu, Mesir telah memakai perhitungan waktu 24 jam yang dimulai dari mean hari matahari atau ketika matahari berada di puncak tertinggi (pukul 12.00). Dan entah bagaimana ceritanya, sekarang perhitungan waktu 1 hari=24 jam telah disepakati sebagai waktu internasional. Perhitungan tersebut juga telh disesuaikan dengan GMT yaitu 360 derajat dengan perhitungan 360/24=15 yang menghasilkan bahwa di setiap 15 derajat GMT ada perbedaan waktu 1 jam.
Itu baru perhitungan 1 hari=24 jam, sekarang bagaimana dengan perhitungan menit dan detik, kenapa 1 jam=60 menit? Ternyata angka 60 tersebut berawal dari Sumeria. Mereka memakai perhitungan 1 jam= 60 menit adalah karena mereka memakai sexagesimal. Angka 60 dipakai karena itu merupakan bilangan terkecil yang dapat dibagi oleh 6 angka pertama=1,2,3,4,5,6.
Selain itu, satuan menit juga masih dapat dibagi lagi menjadi detik atau sekon atau second. Dalam bahasa inggris, kata second berasal dari “second minute” atau menit kedua. Dan satuan menit pada jaman dahulu masih disebut dengan “prime minute” atau menit pertama. Sebutan tadi pada jaman sekarang telah dipersingkat dengan second dan minute (sekon dan menit). Sebutan dan perhitungan tersebut dikarenakan masyarakat Babylonia pada masa itu masih memakai sexagesimal, sama seperti masyarakat sumeria.
Perbedaan perhitungan waktu antara masa “Jam Matahari” dengan masa “24 jam” menghasilkan perbedaan pula dalam penentuan pergantian hari. Jadi bila ada yang berpendapat bahwa awal hari dimulai dari saat terbit matahari, dan yang lain berpendapat dimulai dari pukul 00.00,silakan. Kalau saya pribadi masih sependapat dengan awal hari dimulai dari saat terbit matahari, bagaimana dengan Anda?

Minggu, 12 Juni 2011

Renungan

Setiap orang pasti mengalami masa balita, anak-anak, pubertas yang bergantung pada orang tua, bahkan masa remaja juga masih bergantung pada orang tua. Biasanya minimal kita bergantung pada orang tua hingga lulus SMA atau hingga lulus kuliah. Selama itu pula kita terus memaksa orang tua untuk menomorduakan keinginannya demi kebutuhan kita.

Kita mungkin pasti masih ingat ketika kita SD, kita sering merengek minta dibelikan mainan ini-itu hingga orang tua mengalah dan membatalkan keinginan pribadinya membeli kosmetik dan membelanjakan uangnya untuk membelikan mainan yang tak lama kemudian teronggok tak dimainkan lagi karena bosan. Memasuki masa SMP, kebutuhan sekolah semakin banyak, namun orang tua kita tetap menyisihkan uangnya untuk kebutuhan kita. Uang yang seharusnya bisa dibelikan baju baru untuk dirinya, digunakan untuk membayar buku-buku sekolah yang kita beli yang hanya disebar di kamar tanpa pernah dibaca. Beranjak remaja, kembali kita memaksa orang tua kita untuk membatalkan keinginannya membeli perhiasan karena permintaan kita yang menginginkan sebuah handphone agar dibilang gaul yang tak lama kemudian ditelantarkan karena pemakaian kita yang buruk hingga membuatnya cepat rusak atau karena perkembangan jaman yang membuat HP kita ketinggalan jaman hingga kita malu memakainya.

Orang tua kita tak pernah perhitungan dengan anak-anaknya. Mereka tidaklah pelit dan ikhlas merelakan keinginannya demi memenuhi kebutuhan dan keinginan kita. Tapi kita tak pernah menyadarinya, tak pernah menghargai pemberiannya yang dilakukan dengan pengorbanan. Hanya meminta tanpa menjaga, memakai dengan semena-mena. Pernahkah kita membayangkan perasaan mereka yang telah mengorbankan uang yang seharusnya bisa dipakai untuk membeli pakaian baru, dan mempergunakannya utuk membeli buku-buku sekolah kita. Atau uang yang seharusya digunakan untuk membeli emas sebagai investasi ke depan, dipakai untuk membelikan sebuah HP. Mereka ikhlas memberikannya demi kita, namun apa yang mereka dapat? Mereka mendapati bahwa buku-buku yang mereka belikan hanya menjadi sampah di kamar kita, tak pernah dibaca. Handphone yang mereka berikan tidak kita rawat dengan baik, hanya bertahan sebentar dan rusak begitu saja. Orang tua hanya mendapatkan kekecewaan, sakit hati. "Seharusnya dulu aku belikan saja pakaian dari uang itu, ternyata buku-buku itu tidak terbaca" "Kalau dulu uang itu kubelikan emas, pasti bisa tahan lama dan jadi investasi jangka panjang. Tidak seperti HP ini yang baru sebentar sudah rusak" mungkin itu yang terlintas di pikiran mereka sekarang, setelah melihat perlakuan kita akan apa yang telah mereka berikan kepada kita.

Kita tak pernah menyadari hal ini sebelumnya, namun akan merasakannya kelak ketika kita menjadi orang tua. Marilah mulai sekarang kita belajar menghargai suatu pemberian, jangan pernah lagi kita menyakiti hati orang yang telah merelakan keinginannya demi kita. Hargailah perasaan orang lain bila kita ingin dihargai!