Jumat, 12 Juli 2013

MACET, Antara Akar dan Solusi Gilanya

Udah lama gak main blog lagi. Setelah sekitar 9 bulan vacuum dari yang namanya blog, akhirnya kini aku bahan lagi yang bisa dimasukkan dalam blog. Mumpung masih suasana Ramadhan, jalanan makin macet. Maka nampaknya ini waktu yang tepat untuk ngobrol tentang kemacetan.

Macet itu merupakan hal yang udah biasa terjadi di negara kita yang tercinta, Indonesia. Terutama di daerah Ibukota negara, sudah bukan rahasia lagi kalo kemacetan disana parahnya minta ampun. Mumpung saat ini aku lagi menjalani PKL di daerah Tugu Tani, tiap hari pulang pergi Jakarta-Bintaro dan menikmati suasana macet bersama pengguna jalan yang lain. Daripada ikutan teriak-teriak di jalan sambil menyebut nama-nama binatang dan menekan klakson berkali-kali, kupikir akan lebih bermanfaat bila aku menikmati kemacetan sembari mengamati keadaan dan berpikir mencari akar permasalahan dan opsi yang MUNGKIN bisa mengatasi kemacetan yang selama ini terjadi. Dan inilah hasil pengamatanku selama mengarungi kemacetan di Ibukota.


Pengamatan 1 : Lampu lalu-lintas
Lampu lalu lintas menjadi sorotan pertamaku, alasannya karena kemacetan lebih sering terjadi di persimpangan jalan, area tugas lampu lalu lintas untuk mengatur kelancaran di persimpangan. Di setiap persimpangan yang kulalui, aku selalu menyempatkan diri untuk mengamati lampu lalu-lintas yang terpasang di setiap sudut. Pengamatan kulakukan untuk melihat apakah ada lampu yang rusak sehingga menyebabkan kekacauan di persimpangan? Ternyata jawabannya “tidak.”

Bila lampu lalu-lintas tetap berjalan normal, sewajarnya lalu lintas di persimpangan itu harusnya lancar dong. Tapi mengapa tetap aja terjadi macet di tengah persimpangan? Itu berarti ada pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna jalan yang berakhir pada macet di tengah.


Pengamatan 2 : Etika di lampu lalu lintas
Mengetahui bahwa lampu lalu-lintas masih berjalan normal namun tetap terjadi kemacetan, maka pengamatan kedua dilakukan pada etika para pengguna jalan. Pengamatan dilakukan di setiap persimpangan (entah yang macet maupun yang agak longgar). Ternyata terbukti memang kerap sekali ditemukan pelanggaran etika di persimpangan jalan.

Gak jarang terlihat kendaraan yang tetap jalan walau lampu telah berubah warna menjadi merah. Dan di jalur lain yang lampunya menyala hijau memaksa jalan saat itu juga, akhirnya terjadilah pertemuan di tengah yang bisa berakhir macet.

Sebenarnya sih, pelanggaran etika tidak akan berakhir macet bila yang melanggar hanya 1 atau 2 kendaraan. Namun bila pelanggaran dilakukan bersama-sama, otomatis mereka akan menutupi jalan milik kendaraan yang berasal dari sisi lain di persimpangan. Dari kenyataan adanya pelanggaran itulah akhirnya aku semakin mempersempit pengamatan menuju masing-masin jenis kendaraan. Dimulai dari motor, mobil pribadi, dan kendaraan umum.


Pengamatan 3 : Motor
Motor merupakan kendaraan yang paling banyak lalu-lalang di jalanan Indonesia. Mulai dari jalan raya, jalan kampung, jalan tikus, hingga trotoar. Yup, TROTOAR. Tempat dimana pejalan kaki seharusnya melintas.

Dengan bentuknya yang kecil dan ramping, membuat motor bisa dengan mudah salip sana-sini. Inilah yang membuat motor menjadi pilihan banyak orang untuk menlewati kemacetan. Melewati ya, bukan mengatasi. Ya, motor memang mampu lebih mudah melewati kemacetan dengan kemampuan salip sana-sininya. Namun kemampuan itulah yang juga menjadi salah satu faktor penambah kemacetan.

Dengan kelincahan dan bodinya yang ramping, motor malah menjadi tidak teratur. Asal ada jalan yang cukup untuk dilalui, pasti mereka lewati. Tak peduli yang mereka lewati adalah trotoar, jalur busway, atau mungkin memotong jalur kendaraan lain yang ukurannya lebih besar darinya, sehingga kendaraan yang dia potong akhirnya harus berhenti, menutupi kendaraan lain di belakangnya, dan timbullah kemacetan. Itulah yang seringkali tidak disadari oleh para pengendara motor.


Pengamatan 4 : Mobil pribadi
Mobil merupakan kendaraan yang paling nyaman untuk dipakai bepergian. Panas-hujan tak masalah, pengendara tetap bisa nyaman di dalamnya. Dimensinya yang cukup luas, sangat cocok dipakai untuk bepergian berkelompok karena mampu menampung sekitar 5-8 orang dalam 1 mobil, tergantung tipe dan dimensi.

Namun ukurannya yang cukup lebar ini ternyata mampu menempatkan mobil menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan. Ukuran mobil yang lebih lebar dari motor otomatis akan memakan tempat lebih banyak di jalan raya. Akibatnya jalanan akan menjadi lebih cepat padat karena diisi oleh kendaraan yang cukup lebar ini. Bila ukuran mobil dimanfaatkan untuk mengangkut penumpang berjumlah 3 orang atau lebih sih, gak masalah. Karena hal itu membuat mobil menjadi efisien. Namun bagaimana bila sebuah mobil hanya mengangkut seorang penumpang yaitu sang supir itu sendiri? Itulah yang membuat mobil menjadi mubazir, makan tempat, dan menimbulkan macet karena jalan telah terisi penuh oleh lebarnya para mobil pribadi.


Pengamatan 5 : Kendaraan umum
Kendaraan umum merupakan kendaraan yang cocok untuk mengatasi macet. Karena walau ukurannya lebar, ada yang panjang, namun efisie karena membawa banyak penumpang sekaligus. Namun ternyata efisiensi dari kendaraan umum (entah itu taksi, metromini, angkot, bajaj, dll) bisa juga berubah menjadi salah satu penyebab kemacetan. Kenapa bisa begitu?

Karena walau kendaraan umum biasanya membawa beberapa penumpang sekaligus dalam sekali jalan, namun berkat para penumpang yang mereka bawa, akhirnya mereka kerap kali berhenti di sembarang tempat untuk menaik-turunkan penumpang yang memaksa kendaraan di belakangnya untuk ikut berhenti karena tertutup olehnya. Tak jarang juga kendaraan umum semacam metromini berhenti dengan posisi diagonal, menutupi badan jalan di ujung persimpangan. Yang berakhir memaksa kendaraan lain di tengah persimpangan harus berhenti selama beberapa detik, menunggu san metromini menaikkan beberapa penumpang disana. Cara mengemudi beberapa supir kendaraan umum yang tak jarang ugal-ugalan juga kerap kali mengundang kemacetan disana.



Kita telah membahas beberapa hal yang bisa menjadi faktor kemacetan yang ternyata semua jenis kendaraan mulai dari motor yang kecil, mobil yang nyaman, serta kendaraan umum yang efisien sama-sama mempunyai andil dalam menjad penyebab kemacetan.
Lalu apa solusinya?

Selama ini pemerintah hanya berusaha mengurangi kemacetan dengan menambah lebar jalan. Mungkin memang bisa sih sekedar mengurangi macet untuk sementara. Namun bila jumlah kendaraan terus bertambah, sama saja. Jalanan yang sudah diperlebar pun akhirnya akan kembali padat seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan di jalanan. Belum lagi dengar-dengar pemerintah kita sebentar lagi akan mengeluarkan mobil nasional yang harganya murah. Itu artinya pertambahan jumlah mobil yang berdampak pada semakin padatnya keadaan di jalan.

Baru-baru ini, gubernur DKI Jakarta, Pak Jokowi berencana ingin mengajak masyarakat untuk beralih ke kendaraan umum daripada kendaraan pribadi. Denga cara menaikkan tarif parkir, ingin melanjutkan kembali pembangunan jalur monorail, dll. Bagus sih, da memang aku setuju karena ini merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi macet. Namun dengan kondisi kendaraan umum yang kumuh, supir yang ugal-ugalan, dan harga yang lebih mahal daripada berkendara dengan motor pribadi, nampaknya tak akan kuat untuk menghipnotis masyarakat untuk serta merta beralih ke kendaraan umum.

Sebenarnya sudah terpikir beberapa solusi gila di otakku untuk mengatasi kemacetan. Entah berhasil atau tidak, namun tidak ada salahnya dicoba. Solusi-solusi gila tersebut antara lain :


Mengganti lampu lalu lintas menjadi portal
Ketika lampu tak lagi ampuh untuk mengingatkan para pengemudi yang tetap nekat melanggar aturan, nampaknya harus diganti atau ditambah dengan adanya portal di tiap persimpangan jalan. Dengan adanya portal, maka tak akan ada kendaraan yang bisa nekat melanggar aturan dan menerobos lampu merah. Karena usaha menerobos akan berakhir pada kecelakaan akibat menabrak portal.

Namun ide gila ini punya kendala yang cukup besar, yaitu biaya. Biaya untuk memasang portal di setiap persimpangan jalan tidaklah sedikit. Belum lagi denga banyaknya persimpangan di jalanan ibukota. Tak terbayang berapa banyak portal yang harus dipasang dan berapa besar anggaran yang harus disiapkan oleh pemerintah? Karena adanya kekurangan dalam solusi gila ini, maka kita akan lanjut ke solusi gila selanjutnya


Aturan batas minimum jarak dan penumpang pada pengendara mobil dan motor pribadi
Motor dan mobil adalah kendaraan yang dapat mengantar kita bepergian dengan mudah, murah, dan nyaman. Namun bila satu orang membawa satu motor atau mobil, bayangkan seberapa padatnya jalanan akibat banyaknya jumlah mereka?

Mobil itu muat banyak dan cocok untuk bepergian jarak jauh. Jadi seharusnya mobil digunakan dengan semestinya yaitu untuk memuat banyak orang sekaligus dalam satu perjalanan, atau untuk bepergian pada jarak tempuh yang jauh.

Di jalanan tak jarang kutemui mobil yang berisi hanya satu orang saja. Bahkan jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah mobil yang mengangkut 2 orang atau lebih dalam sekali jalan. Seharusnya dengan daya tampung yang banyak, mobil hanya dipakai untuk mengangkut minimal 2 atau 3 orang penumpang dalam sekali jalan. Atau mobil hanya digunakan untuk perjalanan yang menempuh jarak minimal 15Km atau mungkin lebih. Agar penggunaan mobil menjadi lebih efisien dan tepat guna. Karena mobil diciptakan untuk kenyamanan berkendara jarak jauh bersama-sama.

Motorpun juga begitu, walau bentuknya ramping dan kecil, namun mereka kerap kali semrawut di jalanan. Penggunaan motor juga tak lagi efisien. Tak jarang motor digunakan hanya untuk membeli sesuatu di warung yang berjarak hanya beberapa puluh meter dari rumah. Seharusnya jarak sependek itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau bersepeda. Jadi motor juga harus memiliki jarak tempuh minimal dalam sekali jalan sekitar 3km sekali jalan. Agar pemakaiannya efisien dan tepat guna.


Peremajaan, penambahan, dan penurunan tarif kendaraan umum
Inilah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menarik masyarakat agar mau beralih ke kendaraan umum. Kendaraan umum merupakan alat transportasi yang cukup efisien karena mengangkut banyak orang sekaligus dalam sekali jalan. Namun ongkosnya yang mahal dan kondisi yang usang kerap kali membuat masyarakat enggan beralih ke kendaraan umum.

Jumlah yang kurang memadai juga menjadi alasan yang cukup sering dilontarkan para pengguna kendaraan pribadi perihal keengganan ereka beralih ke kendaraan umum. Itulah mengapa, penting untuk pemerintah aar segera melakukan peremajaan dan penambahan jumlah kendaraan umum. Ya walaupun sekali lagi kendalanya ada di biaya. Namun masih ada solusi lain selain kendaraan umum, solusi yang sehat dan murah, yaitu


Beralih menggunakan sepeda
Bersepeda merupakan salah satu solusi yang dapat mengurangi jumlah motor dan mogil untuk menanggulangi kemacetan. Biayanya jauh lebih murah dibanding naik motor ataupun angkutan umum. Namun capeknya juga berasa bila jarak yang kita tempuh mencapai di atas 5km.


Mungkin itu saja yang bisa kubagikan dari hasil pengamatanku terhadap kemacetan di Indonesia, khususnya Jakarta. Semoga dengan membaca artikel ini dapat menggugah kalian untuk beralih dari kendaraan pribadi ke alternatif lain untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan dan menghapus kemacetan. Karena sesungguhnya kemacetan bisa dihapuskan bila jumlah kendaraan di jalanan bisa dikurangi. Dan jumlah kendaraan di jalanan bisa berkurang bila kalian, para pengguna kendaraan pribadi mau memulai untuk beralih ke alternatif lain. Karena perubahan dimulai dari diri sendiri, bila bukan kita yang memulainya, siapa lagi?